caturprasongko_ads_AdSense2_1x1_as

Budaya Daerah Jambi

”Budaya Daerah Jambi”

Berdasarkan cerita rakyat setempat, nama Jambi berasal dari perkataan "jambe" yang berarti "pinang". Nama ini ada hubungannya dengan sebuah legenda yang hidup dalam masyarakat, yaitu legenda mengenai Raja Putri Selaras Pinang Masak, yang ada kaitannya dengan asal-usul provinsi Jambi.
Penduduk asli Provinsi Jambi terdiri dari beberapa suku bangsa, antara lain Melayu Jambi, Batin, Kerinci, Penghulu, Pindah, Anak Dalam (Kubu), dan Bajau. Suku bangsa yang disebutkan pertama merupakan penduduk mayoritas dari keseluruhan penduduk Jambi, yang bermukim di sepanjang dan sekitar pinggiran sungai Batanghari.
Suku Kubu atau Anak Dalam dianggap sebagai suku tertua di Jambi, karena telah menetap terlebih dahulu sebelum kedatangan suku-suku yang lain. Mereka diperkirakan merupakan keturunan prajurit-prajurit Minangkabau yang bermaksud memperluas daerah ke Jambi. Ada sementara informasi yang menyatakan bahwa suku ini merupakan keturunan dari percampuran suku Wedda dengan suku Negrito, yang kemudian disebut sebagai suku Weddoid.
Orang Anak Dalam dibedakan atas suku yang jinak dan liar. Sebutan "jinak" diberikan kepada golongan yang telah dimasyarakatkan, memiliki tempat tinggal yang tetap, dan telah mengenal tata cara pertanian. Sedangkan yang disebut "liar" adalah mereka yang masih berkeliaran di hutan-hutan dan tidak memiliki tempat tinggal tetap, belum mengenal sistem bercocok tanam, serta komunikasi dengan dunia luar sama sekali masih tertutup.
Suku-suku bangsa di Jambi pada umumnya bermukim di daerah pedesaan dengan pola yang mengelompok. Mereka yang hidup menetap tergabung dalam beberapa larik (kumpulan rumah panjang beserta pekarangannya). Setiap desa dipimpin oleh seorang kepala desa (Rio), dibantu oleh mangku, canang, dan tua-tua tengganai (dewan desa). Mereka inilah yang bertugas mengambil keputusan yang menyangkut kepentingan hidup masyarakat desa.
Strata Sosial masyarakat di Jambi tidak mempunyai suatu konsepsi yang jelas tentang sistem pelapisan sosial dalam masyarakat. Oleh sebab itu jarang bahkan tidak pernah terdengar istilah--istilah atau gelar-gelar tertentu untuk menyebut lapisan-lapisan sosial dalam masyarakat. Mereka hanya mengenal sebutan-sebutan yang "kabur" untuk menunjukkan status seseorang, seperti orang pintar, orang kaya, orang kam¬pung dsb.
Pakaian Pada awalnya masyarakat pedesaan mengenal pakaian sehari-hari berupa kain dan baju tanpa lengan. Akan tetapi setelah mengalami proses akulturasi dengan berbagai kebudayaan, pakaian sehari-hari yang dikenakan kaum wanita berupa baju kurung dan selendang yang dililitkan di kepala sebagai penutup kepala. Sedangkan kaum pria mengenakan celana setengah ruas yang menggelembung pada bagian betisnya dan umumnya berwarna hitam, sehingga dapat leluasa bergerak dalam melakukan pekerjaan sehari-hari. Pakaian untuk kaum pria ini dilengkapi dengan kopiah.
Kesenian di Provinsi Jambi yang terkenal antara lain Batanghari, Kipas perentak, Rangguk, Sekapur sirih, Selampit delapan, Serentak Satang.
Upacara adat yang masih dilestarikan antara lain Upacara Lingkaran Hidup Manusia, Kelahiran, Masa Dewasa, Perkawinan, Berusik sirih bergurau pinang, Duduk bertuik, tegak betanyo, ikat buatan janji semayo, Ulur antar serah terimo pusako dan Kematian
Filsafat Hidup Masyarakat Setempat: Sepucuk jambi sembilan lurah, batangnyo alam rajo.

sumber:Depdagri

Post a Comment

0 Comments